''Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendeki kesukaran begimu." (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwasanya Islam itu mudah dipahami dan juga sangat rnudah untuk dilaksanakan. Mudah dipahami, karena sesuai dengan akal pikiran rnanusia dari berbagai tingkatan. Mudah dilaksanakan, sebab rnengenal rukhshah yang mernungkinkan perubahan hukurn rnenjadi lebih ringan dalarn kondisi tertentu yang memberatkan pelaksanaan hukurn asal. Conteh paling kongkritadalah diperbolehkan makan bangkai dalarn keadaan darurat. Penyebab timbulnya keringanan ada 7 (tujuh). Salah satunya penyakit. ( Theriqeb Al-Hushul, 40 danAJ-Asbah wa An-Nedeir. 85).
Dengan demikian, setiap rukun mempunyai posisi yang khusus. Tidak dibenarkan membaca fatihah sambil duduk atau membaca tasyahud dalam posisi berdiri. Mengabaikan posisi badan bisa berakibat pada ketidakabsahan shalat.
Namun dalam kenyataan sehari-hari, karena berbagai faktor, dijumpai orang yang tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut. Ada yang bisa berdiri tetapi tidak bisa duduk, begitu sebaliknya tidak jarang pula orang mampu berdiri dan duduk tetapi tidak dapat membungkukkan badan.
Menghadapi kondisi demikian, kita tidak perlu khawatir seperti telah saya
sebutkan di atas. Dalam fikih dikenal rukhshah, berupa dispensasi atau keringanan hukum karena hal-hal tertentu. Allah tidak membebani hamba-Nya
dengan kewajiban di luar
kemampuannya. Dia Rahman dan Rahim.
Penerapan rukhsbeh dalam shalat terwujud dalam bentuk diperkenankannya shalat fardhu sambil duduk bagi orang yang tidak mampu berdiri. Jika tidak bisa duduk, boleh dengan tidur miring (al-idhthija ?). Kalau tidak mampu tidur miring, diperkenankan tidur telentang. Kalau masih tidak bisa, maka dengan isyarat. lidak mustahil, semua anggota badan tidak dapat digerakkan. Dalam keadaan demikian, shalat ditunaikan dengan hati. Dalam sebuah hadis dari Imran Ibn Hushaia Rasuktllah bersabda yang artinya :
"Shalatlah dengan berdiri.fika tidsk mempu, maka dengan .duduk. Jika
tidak mampu maka di atas Iembung. fika tidak mampu maka dengen
isysret."
Pada prinsipnya
dalam kondisi
bagaimanapun, selagi orang
·masih berstatus mukallaf, kewajiban shalat tetap berlaku baginya. (Subul Al-Salam: I, 200. Al-Fiqb 'ala Al-Madzahib Al- Arbe 'ah:
I, 497-500, Syarqawi:
I, 279).
Berdasarkan keterangan tersebut, orang yang dapat berdiri
. tetapi tidak bisa duduk dan membungkukkan badan, semua rukun shalatnya dikerjakan dengan berdiri. Karena -tidak mampu, membungkukkan badan, ruku' dan sujud cukup dilakukan dengan isyarat (al-ima), yaitu membungkukkan badan semampunya, .tidak harus sampai tangan menyentuh lutut. Isyarat sujud lebih rendah atau lebih ke bawah daripada isyarat ruku', tidak boleh sama. (Al-Fiqh 'ala Al-Mazhahib Al-Arba 'ah I, 497-500 atau lihat juga Syarqawi. I, 279).
Intinya, kita diperintahkan menunaikan ibadah sesuai
dengan kemampuan. Halini berarti, sebagian pekerjaan dalam satu ibadah yang
mungkin dilakukan tidak
boleh
ditinggalkan -karena terdapat kesulitan menjalankan sebagian peketjaan yang lain. Ini sesuai dengan kaidah fikih "al-maisir la yasquth bi Al-ma 'sur?" (yang mudah tidak gugur oleh
yang sulit)
yang di-istimbath- kan dari sabda Rasulullah:
Artinya: "Jika aku memerintahkan kamu sesuatu (perintah) maka Iaksanakanlah semampumu. (Muttafaq
'alaih)
Shalat harus sujud dan ruku / secara sempurna, shalat
tetap dilaksanakan menurut kemampuan, tanpa berkurang pahalanya. (Al-Asyabah wa An-Nazhair, 176, atau periksa juga ada Syarqawi. I, 279).