Wednesday, January 9, 2013

Jangan Galau, Allah Bersama Kita! Inilah 4 Ayat Anti Galau!


Zaman sekarang berbagai masalah makin kompleks. Entah itu komplikasi dari masalah keluarga yang tak kunjung selesai, masalah hutang yang belum terbayar, bingung karena ditinggal pergi oleh sang kekasih, ataupun masalah-masalah lain. Semuanya bisa membuat jiwa seseorang jadi kosong, lemah atau merana.

“Galau!!” merupakan sebuah kata-kata yang sedang naik daun, di mana kata-kata itu menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Tak hanya laku di facebook atau twitter saja, bahkan di media televisi pun orang-orang seakan-akan dicekoki dengan kata-kata “galau” tersebut.
Pada dasarnya, manusia adalah sesosok makhluk yang paling sering dilanda kecemasan. Ketika seseorang dihadapkan pada suatu masalah, sedangkan dirinya belum atau tidak siap dalam menghadapinya, tentu jiwa dan pikirannya akan menjadi guncang dan perkara tersebut sudahlah menjadi fitrah bagi setiap insan.
...Jangankan kita manusia biasa, bahkan Rasulullah pun pernah mengalami keadaan keadaan galau pada tahun ke-10 masa kenabiannya...
Jangankan kita sebagai manusia biasa, bahkan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam pun pernah mengalami keadaan tersebut pada tahun ke-10 masa kenabiannya. Pada masa yang masyhur dengan ‘amul huzni (tahun duka cita) itu, beliau ditinggal wafat oleh pamannya, Abu Thalib, kemudian dua bulan disusul dengan wafatnya istri yang sangat beliau sayangi, Khadijah bintu Khuwailid.
Sahabat Abu Bakar, ketika sedang perjalanan hijrah bersama Rasulullah pun di saat berada di dalam gua Tsur merasa sangat cemas dan khawatir dari kejaran kaum Musyrikin dalam perburuan mereka terhadap Rasulullah. Hingga turunlah surat At-Taubah ayat 40 yang menjadi penenang mereka berdua dari rasa kegalauan dan kesedihan yang berada pada jiwa dan pikiran mereka.

Jangan Galau, Innallaha Ma’ana!
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kami” (QS. At Taubah: 40)
Ayat di atas mungkin dapat menjadikan kita agar lebih merenungi lagi terhadap setiap masalah apapun yang kita hadapi. Dalam setiap persoalan yang tak kunjung terselesaikan, maka hadapkanlah semua itu kepada Allah Ta’ala. Tak ada satupun manusia yang tak luput dari rasa sedih, tinggal bagaimana kita menghadapi kesedihan dan kegalauan tersebut.
...Allah telah memberikan solusi kepada manusia untuk mengatasi rasa galau yang sedang menghampiri jiwa...
Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.

Tetapi, Allah Ta’ala juga telah memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif, sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama bagi dirinya lalu untuk orang lain.
Berikut ini adalah kunci dalam mengatasi rasa galau;

1. Sabar
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).

Selain menenangkan jiwa, sabar juga dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.

2. Adukanlah semua itu kepada Allah
Ketika seseorang menghadapi persoalan yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah 5).
...ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka akan meringankan beban berat yang kita derita...
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini kita derita.

Rasulullah shalallahi alaihi wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.

3. Positive thinking
Positive thinking atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya;
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).

4. Dzikrullah (Mengingat Allah)
Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.
...Bersabar, berpikir positif, ingat Allah dan mengadukan semua persoalan kepada-Nya adalah solusi segala persoalan...
Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (Qs Ar-Ra’du 28).

Berbeda dengan orang-orang yang lalai kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa menenangkan jiwa-Nya.

Tentunya, sesudah mengetahui tentang faktor-faktor yang dapat mengatasi persoalan galau, maka jadilah orang yang selalu dekat kepada Allah Ta’ala. Bersabar, berpikir positif, mengingat Allah, serta mengadukan semua persoalan kepada-Nya merupakan kunci dari segala persoalan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, Janganlah galau, karena sesungguhnya Allah bersama kita. 

Sumber = [voa-islam.com]



Thursday, November 15, 2012

Biografi Gusti Hendy - Drummer

Fans GIGI yang Menjadi bagian GIGI

Add caption
Tahun delapan puluh tujuhan di Banjarmasin dan sekitarnya bila ada acara-acara sering ditampilkan sebuah band yang waktu itu cukup punya nama di seantero Banjarmasin, Pawakha Band sebagai penghiburnya. Satu keunikan dari band ini, di tengah-tengah penampilannya akan menyuguhkan sebuah gimmick yang akhirnya menjadi ciri khas Pawakha band hampir pada setiap kesempatan tampil dan menjadi satu ‘atraksi’ yang ditunggu-tunggu oleh penontonnya.

‘Atraksi’ apa gerangan? Di tengah-tengah Pawakha Band membawakan lagu-lagunya..tiba-tiba muncul anak kecil berumur tujuh tahun dan langsung duduk di belakang drums menggantikan posisi drummer Pawakha, dan digebraklah satu lagu rock yang saat itu cukup populer dengan rancak oleh si drummer cilik itu dan menimbulkan decak kagum sebaian besar penonton yang ada. Gusti Erhandy Rakhmatullah, begitu nama lengkap drummer cilik itu. Ya! Itu memang Hendy yang sekarang menduduki “kursi” drum GIGI. 

Masih berkisar sekitar masa kanak-kanak Hendy di Banjarmasin. Dia pertama kali kenal dengan perangkat drum saat di rumahnya sering diadakan latihan band kakaknya. Seperti anak kecil pada umumnya kalo ada seperangkat alat band pasti yang paling menarik adalah drum. Begitu pula dengan Hendy kecil, kalo band yang latihan itu lagi rehat, yang disatroni dipake mainan Hendy pasti drum. Dasar memang talentanya Hendy di drum, anak-anak band yang lagi latihan melihat Hendy mukul-mukulnya biar cuman main-main asal mukul tapi iramanya bener. Maka diusulkanlah ke ortu Hendy agar Hendy bakatnya diarahkan aja. Kebetulan saat itu belum nemu guru drum yang cocok buat Hendy, maka guru keyboard kakaknyalah yang didaulat untuk kasih les drum ke Hendy. Memang ga bisa detil, cuman basic-basicnya aja, lebih dikonsentrasikan ke belajar not balok, harga-harga not, beat-beat, belum sampe ke soal teknik bermain yang kompleks. Mungkin karena memang udah bakat, hanya beberapa bulan Hendy kecil udah bisa mainin beberapa lagu. Dan jadilah Hendy “bintang tamu” Pawakha Band kalo lagi manggung. 

Kebetulan di Banjarmasin juga ada pemain bass & gitar cilik berbakat yang sebaya dengan Hendy. Akhirnya dibentuklah band bocah dengan nama “Little Pawakha Band” dengan formasi trio Drum, Gitar dan Bass yang merangkap vokalis. Mungkin saat itu ter-influence ama formasi grup rock  gaek asal Surabaya, SAS (yang juga berformasi trio)yang memang sedang naik daun.

Kurang puas dengan ilmu yang didapat dari musisi senior lokal Banjarmasin, Hendy dan kakaknya setiap sekolahnya libur panjang, menyempatkan diri ke Jakarta untuk les ke musisi Jakarta. Hendy yang waktu itu sudah kelas empat SD (1989) pengen banget belajar ke Gilang Ramadhan. Sayang karena padatnya jadwal Gilang, Hendy hanya berkesempatan belajar ke asisten Gilang, Lemmy Ibrahim di Indra Lesmana Workshop (Sekolah Musik Farabi).

Ada cerita unik waktu Hendy les drum di Farabi. Lagi konsentrasi di salah satu kelas, tiba-tiba ada yang nengok. Si penengok menyapa Hendy kecil dan ngomong : “Sini gua gitarin”, (rupanya si penengok itu pemain gitar). Kayaknya si gitaris merasa gemes ngelihat drummer ke cil yang lucu dan permainan drumnya sudah cukup piawai itu hingga pengen iseng-iseng nge-jam. Maka terjadilah sebuah jam session kecil-kecilan antara Hendy dan gitaris tadi.  Saat itu juga ada Indra Lesmana dan Gilang Ramadhan yang temannya si gitaris tadi. Belakangan baru ketahuan kalo pemain gitar tadi ternyata Dewa Budjana (waktu itu belum terbentuk GIGI). 

Unik dan lucu dua musisi, yang satu masih anak-anak berumur 9 tahun dan satunya sudah 26 tahun ketemu dan main bareng. Dan sekarang, lima belas tahun kemudian, dua orang itu nge-band bareng di GIGI.Masa libur hampir usai Hendy pun balik ke Banjarmasin. Hendy lumayan dapat bekal teknik-teknik bermain drum untuk dikembangkan sendiri di rumahnya. Syangnya drummer kecil ini belum serius banget di dunia musik. Main drum buat dia masih seperti mainan aja sama halnya dengan mainan anak-anak pada umumnya seperti games dan sebagainya. Jadi kadang-kadang kalau lagi bosan juga nggak disentuh sama sekali.

Tahun 1990 saat liburan panjang tiba, Hendy dan kakaknya pun kembali bertandang ke Jakarta untuk mencari kesempatan menambah ilmu musiknya. Obsesinya pengen belajar ke Gilang nggak pernah luntur. Nasib Hendy belum lagi beruntung, Seperti tahun lalu Gilang jadwalnya masih padat juga sehingga belum ada waktu buat kasih les drum ke Hendy. Sang kakak yang pemain keyboard menunya tahun ini menimba ilmu ke Andy Ayunir. Nah sama Andy Hendy ditawarin les sama kakanya, Arir Ayunir yang waktu itu drummer Potret.

Tak ada rotan akar pun jadi, maka Hendy pun mengiyakan untuk les ke Arie Ayunir. Hampir sebulan penuh Hendy mentransfer ilmu-ilmu drum dari Arie. Dianggap sudah cukup bertambah ilmu dan ‘jam terbang’nya dua personel “Little Pawakha Band” Hendy dan Amin (pemain bassnya) dinaikkan ‘pangkat’nya jadi personel “Pawakha Band” (nggak little lagi, meskipun benernya termasuk masih bocah). Dengan formasi baru itu Pawakha ngikut Festival Rock-nya Log Zhelebor, sayang nggak sampe masuk babak final.

Tahun berikutnya (1991) dengan ‘semangat 45’ Pawakha kembali ikutan festival band. Kali ini bukan versi Log Zhelbeour. Tapi sama-sama tingkat nasional yang diadakan di Bandung. Dan dewi fortuna sedang berpihak, Pawakha berhasil membawa pulang ke Banjarmasin trophy juara pertama. Lebih lengkap lagi Hendy juga meraih predikat drummer terbaik, juga pemain gitarnya.Masa SMP (1992 – 1995) Hendy dan band SMP-nya merajai festival-festival band  antar SMP maupun umum di Banjarmasin dan Kalimantan. Lucunya ikutan festival itu targetnya bukan band-nya pengen menyabet juara tapi cuman the best drummer aja.

Di masa hendy SMP itulah GIGI lahir (tepatnya 22 Maret 1994), dan ternyata Hendy ngefans banget ama GIGI. “Waktu itu koleksi gue yang terlengkap untuk band Indonesia ya cuman GIGI doang, lengkap dari album pertama sampe yang terbaru”, cerita Hendy. “Lebih-lebih gue ngefans berat ama Ronald, sampe-sampe album siapa pun kalo yang ngedrum Ronald pasti gue beli walo gue ga seneng lagunya”, sambung Hendy. Kefanatikannya ama GIGI kebawa juga ke band-nya yang juga bawain lagu-lagu GIGI.

Saat SMA Hendy mulai merasakan dan berpikir bahwa jalur hidupnya adalah main musik. Dari yang hanya main-main waktu kecil hingga SMA dia semakin menyadari kalo gak bakal bisa lepas dari main musik. Dia mulai mereka-reka lulus SMA nanti dia gak akan memilih kuliah di jurusan yang butuh konsentrasi pemikiran yang berat. Dia lebih pengen konsentrasi di musik, kuliah cuman sambil lalu aja. Meskipun dia tahu itu pemikiran yang cukup kontroversial di keluarganya. Sama halnya dengan keluarga / orang tua pada umumnya, yang ideal bagi mereka kuliah adalah nomor satu! Dan satu trauma sudah terbayang di pelupuk mata. Kakaknya yang juga nge-band, pas udah kuliah ‘terpaksa’ harus stop nge-band-nya, karena rambu-rambu “kuliah no.1” sedikit terlanggar.  Hendy harus bener-bener bisa menyiasati agar “kuliah no.1”, “nge-band (juga) no.1” gitu kali ya Hen! Dan itu perlu pembuktian! Saatnya pun tiba, 1998 Hendy lulus SMA dan memilih kuliah di Jakarta. Wow! Rasanya semakin deket aja ama cita-citanya! Yang pertama, satu keinginannya yang belum pernah kesampean akhirnya bisa juga : Les drum ke Gilang Ramadhan! Nyesuaiin jadwal les ama kesibukan Gilang jadi lebih mudah karena Hendy udah tinggal di Jakarta.

Gimana aktivitas nge-band Hendy setelah kuliah di Jakarta? Karena masih baru di Jakarta jadi ya masih sekitar band kampus aja.Belakangan Hendy ngebentuk band yang diberi nama “Fresh” (yang kemudian ganti nama “Pawakha”). Udah sempet bikin demo yang rencananya albumnya bakal diproduseri oleh Gilang. Tapi entah karena apa rencana album itu kandas di tengah jalan.

Terancam “Undang-Undang Kuliah No.1”

Tahun kedua di Jakarta, Hendy mendapat tawaran untuk menggatikan posisi drummer band-nya teman Gilang yang main reguler/rutin di sebuah café di Jakarta. Pucuk dicinta ulam tiba! Mulai melebarkan sayap nih! Tawaran itu di oke-in aja sama Hendy dan dia diminta datang ke café tempat band itu manggung rutin.
Pada saat yang telah ditentukan datanglah Hendy ke café tersebut. Dan…..Hendy kaget bukan main, ternyata yang main di band itu diantaranya Donny Suhendra, Mates, Albert Warnerin…musisi-musisi yang udah senior banget bagi Hendy…….

“Ah cuek aja….yang penting dicoba”, kata Hendy dalam hati. Dan lebih parah lagi, setelah pertemuan pertama itu, besoknya langsung Hendy yang harus nge-drum di band pengusung musik blues ‘n jazz yang bernama “Big City Blues” itu, lantaran pemain drumnya memang sudah cabut ke luar negeri. “Nggak pake latihan, nggak tau lagunya……….langsung main…bayangin aja…apalagi ama senior-senior gitu mainnya”, ungkap Hendy. “Paling main sekali kalo mereka gak cocok juga diganti lagi”, sambungnya. 

Ternyata dugaannya meleset. Hendy terus lanjut di “Big City Blues”, meski dengan omelan-omelan dari “Oom-Oom” itu, begitu Hendy mengistilahkan partner mainnya yang memang jauh lebih tua dari Hendy. Dari kondisi tersebut justru Hendy semakin banyak belajar. Lebih paham komposisi, lebih bisa main dengan ‘rasa’ “Nggak cuman asal heboh aja…”, unhgkap Hendy. “Terlebih lagi band itu nggak pernah pake latihan…langsung main. Justru itu buat gue lebih mengasah imajnasi gue saat bermain musik”, sambungnya lagi. Singkatnya bermain musik di “Big City Blues”  sangat bermanfaat bagi Hendy buat menambah pengalaman dan tentu saja ilmu-ilmu non formal yang didapat dari teman-teman seniornya yang ‘rajin’ ngomelin tadi.

Satu hal lagi yang nggak kalah pentingnya. Di “Big City Blues’lah debut Hendy sebagai pemain profesional dalam artian mendapat honor sebagai imbalan mainnya. “Lumayanlah…dari kebiasaan cuman jagain kiriman dari ortu di Banjarmasin…sekarang udah megang duit sendiri”, ungkap Hendy sambil ketawa. Tapi hal itu bukannya nggak mengandung konsekuensi…. Karena manggungnya hampir tiap hari…kuliahnya mulai goyah. Nah lo! Gimana dengan “undang-undang kuliah No.1”?  Alhamdulillah ‘krisis’ itu nggak berlarut-larut. Hendy dengan segala konsekuensinya bisa melewatinya dan membuktikan ke ortunya bahwa memang : “Kuliah No.1”, “Ngeband (juga) No.1”. Tahun 2003 dia diwisuda sebagai sarjana komunikasi.

Kejutan, Kejutan dan Kejutan

Selain manggung rutin di café, “Big City Blues” juga manggung rutin di “Blues Night” salah satu acara TVRI. Dari kiprah “Big City Blues” di TVRI inilah Jockie Suryoprajogo keyboardist Godbless tertarik dengan permainan drum Hendy. Untuk proyek pergelaran Rock Opera-nya, Jockie pengen Hendy yang nge-drum.
Jockie sendiri yang langsung telepon Hendy. “Halo…Hendy…ini Jockie…”, tiru Hendy. Haaah? Jockie Surjoprjogo yang legend itu? Ini kejutan kedua bagi Hendy sejak di Jakarta setelah diajak gabung  “Oom-Oom” di “Big City Blues”.

Dan memang di pergelaran Rock Opera Jockie Surjoprajogo yang di gelar di Plenary Hall JCC 29 Agustus 2002 lalu Hendy-lah yang ‘menduduki’ posisi drummer-nya. Dari Jockie Hendy banyak belajar tentang filosofi musik….dan tentu saja kembali ber-rock-ria setelah jenis musik itu beberapa masa ditinggalkan semenjak duduk di bangku SMA. Seakan kejutan estafet…..Hendy mendapat telepon dari manajemen Erwin Gutawa Orchestra yang ngajak dia buat main di pergelaran “Bali for The World” akhir tahun 2002. Erwin Gutawa??? Orchestra???? Itu cuman khayalan Hendy saat dia nonton pergelaran-pergelaran Erwin dan orchestranya via televisi. “Kapan ya….bisa main sama orchestra gitu…”, kenang Hendy. Usut punya usut ternyata Erwin nonton pergelaran Rock Opera-nya Jockie…dan terpikat juga dengan permainan drum Hendy. Maka jadilah Hendy drummer Erwin Gutawa Orchestra di acara “Bali for The World” yang digelar di GWK Bali akhir tahun 2002. Ngaak cuman itu aja, job Hendy berlanjut di konser-konser besar, maupun studio rekaman yang musiknya digarap Erwin Gutawa, setelah itu Erwin sering ‘memakai’ Hendy sebagai drummernya. Tahun 2003 Hendy gabung dengan “Telor Ceplok Band” yang akhirnya namanya berubah jadi “Omelette”. Sempat bikin album di bawah bendera POS Entertainment.  Karena perbedaan prinsip dan pertimbangan lain akhirnya Hendy mengundurkan diri dari Omelette.

Saat di Omelette inilah Hendy semakin akrab dengan personel GIGI. Selain GIGI satu manajemen dengan Omelette (POS entertainment), 4 lagu di album Omelette yang perdana adalah lagu karya Thomas dan Budjana (masing-masing 2 lagu).Hendy sempat juga diajak Budjana untuk latihan-latihan dengan formasi trio : Budjana (gitar), Hendy (drums), Adit (bass).

Suatu saat di tahun 2004 Hendy ditelepon Budjana dan diajak latihan. Pikir Hendy  seperti biasanya…..latihat formasi trio. Kaget juga saat Hendy dikasihtahu kalo latihan kali ini adalah latihan dengan GIGI dalam rangka persiapan album Sound Track Brownies.  Dan memang Hendy dipilih GIGI untuk menggantikan posisi Budhy Haryono. Beban yang lumayan berat buat Hendy. Beda dengan saat diajak Donny Suhendra dkk, diajak Jockie juga Erwin Gutawa yang cuman sebagai session player. Karena selain memang Hendy ngefans abis sama GIGI, dia merasa harus memikul tanggung jawab baru yang nggak main-main. Karena GIGI adalah grup band yang sudah mapan dan menggantikan posisi Budhy yang juga termasuk jajaran drummer senior yang disegani di blantika musik Indonesia. Sementara Hendy masih merasa drummer kemaren sore. Sebagai “GIGI” baru dia merasa secara moral memikul tanggung jawab terhadap fans GIGI, publik, dan pengamat musik.

Sampai-sampai sebelum masuk studio rekaman untuk menggarap album Original Sound Track Brownies Hendy merasa perlu untuk latihan individu dulu sebagai persiapannya. Hal yang nggak pernah dia lakukan sebelumnya saat dia akan masuk dapur rekaman sebagai session player.Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Dan Hendy sekarang adalah “GIGI” terbaru dan termuda di jajaran tiga “GIGI” lainnya.

Dan Hendy jadi ingat sekitar 10 tahun silam ketika dia masih sekolah di Banjarmasin, saat masih getol-getolnya nge-fans ama GIGI. Dia pernah berujar ke teman-teman band-nya : “Aku ntar yang jadi drummer GIGI”. Hendy sendiri nggak bisa jawab ketika ditanya apa yang menyebabkan dan memotivasi dia berucap seperti itu. Believe it or not!  (*res)

Biografi Thomas Ramdhan - Bassist


Sebuah band sekitar tahun 80-an sedang unjuk kebolehan di atas panggung di Bandung. Satu nomor dari Queen, “Don‘t Stop Me Now” mengalun dengan mulus ditingkah dengan lengkingan gitar seorang bocah yang masih kelas lima SD. Ya, bocah yang masih SD itu pemain gitar dalam grup band yang sedang manggung itu. Dan waktu itu siapa yang akan tahu dan akan mengira kalo si bocah itu nantinya akan menjadi pemain bass grup papan atas di Indonesia. Ya! Bocah itu adalah Thomas Ramdhan yang kini kita kenal sebagai salah satu tulang punggung kelompok musik GIGI. 

Thomas memang berasal dari lingkungan keluarga musik. Di tubuhnya mengalir darah seni dari ayahnya yang pemain biola kala itu. Dan dia banyak belajar — secara langsung maupun tak langsung — dasar-dasar bermain musik dari ayah tirinya yang kebetulan juga pemain bass. Thomas kecil yang waktu itu bercita-cita jadi arsitek sering ikut ayahnya saat band ayahnya manggung. Di dekat panggung dia dengan tekun memperhatikan band ayahnya yang sedang in action. 

Nama asli / lengkap : Thomas Ramdhan
Tempat / tgl lahir : Bandung, 5 Maret 1967
Motto hidup : " MENIKMATI DAN MENSYUKURI APA YANG ADA "
Bassist favorit : Yance Manusama,Jimmy Suhendra, Yuke Sumeru,
Erwin Gutawa, Billy Sheehan
Jenis music favorit : Rock
Group : GIGI (1994 - Sekarang)

Walhasil Thomas kecil pun kelas lima SD sudah mulai nge-band. Tapi uniknya dia bukannya jadi pemain bass seperti ayahnya yang hampir tiap manggung dia tongkrongin itu — seperti juga ‘jabatan’-nya saat malang melintang di blantika musik Indonesia setelah dia dewasa — melainkan sebagai pemain gitar. Dan kegiatannya sebagai gitaris itu pun memenuhi hari-harinya semasa SMP hingga SMU. Waktu itu bandnya bernama Crazy Boy.

Hingga suatu saat (waktu Thomas kelas dua SMU) pemain bass Crazy Boy ceritanya lagi mempunyai ‘kesibukan’ yang cukup banyak menyita waktu, sampai-sampai mengganggu stabilitas Crazy Boy. “Dia waktu itu lagi ‘sibuk’ pacaran sampai gak sempat ngulik lagu-lagu yang harus dimainkan Crazy Boy”, ungkap Thomas. Kebetulan Thomas cukup rajin sekali dalam ngulik lagu. Meski dia pemain gitar, dia ngulik juga permainan bass yang ada di lagu-lagu yang dibawakan Crazy Boy. Akhirnya teman-teman band-nya mendaulat Thomas untuk menduduki posisi pemain bass yang ‘sibuk’ pacaran tadi itu. Sejak saat itulah Thomas konsisten hingga sekarang dengan ‘jabatan’nya sebagai pemain bass. Saat kelas dua SMU itu pula debut Thomas sebagai pemain band profesional (dalam artian sudah menerima kompensasi untuk keahliannya bermain). Debut itu dimulai saat dia memperkuat formasi Primas Band, sebuah band pengiring yang sering mengiringi artis-artis Jakarta kalau sedang show di Bandung. 

Selepas SMU penggemar warna hitam dan putih itu mulai merambah dunia entertainment reguler/rutin di pub-pub atau kafé-kafé yang ada di Bandung. Hal itu bermula dari sekadar ikut temannya yang pemain band reguler di sebuah kafé. Cukup sering dia ikut nongkrongin temannya bermain bersama grupnya. Pemain bass grup tersebut kebetulan sering datang terlambat, maka siapa lagi kalau bukan Thomas — yang memang sering nongkrong di situ — untuk dimintai tolong sementara menggantikan pemain bass yang terlambat tadi sampai si pemain datang. Kadang cuma selagu dua lagu, tak jarang sampai satu session (satu sampai satu setengah jam) Thomas berperan sebagai pemain pengganti.

Sampai akhirnya pada suatu saat Thomas pun resmi menekuni bidang entertain rutin tersebut sebagai bassist. Dan nggak tanggung-tanggung, dalam kurun yang sama dia merangkap sebagai bassist dari dua band entertain. Yang satu adalah Gunsmoke Band, yang khusus membawakan lagu-lagu rock di kafé, satunya lagi adalah Headline Band yang melantunkan lagu-lagu top 40. Di periode yang bersamaan pula Thomas juga membentuk band Exist antara lain bersama Baron. Band ini nggak main di kafé-kafé, band inilah yang menjadi ajang kreativitas dan ekspresinya Thomas dan kawan-kawan. “Kalau di Gunsmoke dan Headline untuk cari duit, nah di Exist inilah duit itu dihabiskan”, tutur Thomas sambil tertawa. Karena memang Exist bisa dikatakan band yang cukup idealis dan masih bersifat amatir. Memainkan lagu-lagu yang sebagian besar karya sendiri di kampus-kampus dan belum bisa dibilang menghasilkan income. Nah, untuk membiayai kegiatan Exist ini Thomas ‘kerja’ di Gunsmoke dan Headline. Dari hasil kerja itu juga Thomas memiliki gitar bass pertamanya Yamaha B-Motion warna hitam, yang sekarang sudah nggak dia pegang lagi. “Kalau ada yang tahu di mana ‘mantan’ bass gua itu, gua beli lagi deh. Itu bass bersejarah buat gua”, ujar pengagum Billy Sheehan itu.

Hijrah ke Jakarta

Waktu Jeniffer Beaton (Gitaris Michael Jackson) mengadakan workshop dan promo album solonya di Bandung, Thomas ketemu sama anak-anak Slank (saat itu Pay cs) juga Anang dan Ronald. Hari itu kebetulan adalah jadwal Thomas harus main dengan salah satu band regulernya, jadi dia nggak bisa ngikuti acara sampai selesai. Saat pamit sama teman-teman musisi dari Jakarta tadi, Thomas sempat mengundang mereka datang ke kafe tempat dia main.

Dan memang setelah acara Jeniffer Beaton selesai Pay dan kawan-kawannya bertandang ke kafe tempat Thomas dan bannya sedang menjalankan tugas. Malah mereka sempat ber-jam session segala. Usai itu, “Mas, elo ngapain ngendon di Bandung aja. Potensi elo ada, ke Jakarta dong! Karier lo akan lebih berkembang di sana”, kata Pay ke Thomas, “Udahlah bikin grup aja di sana. Ini ada Ronald dan yang lainnya”. Usul Pay tadi bener-bener dipikirkan sama Thomas. Dan bulatlah tekadnya, tahun 1991 Thomas hijrah ke Jakarta.

Di Jakarta Thomas lebih sering jalan sama Ronald, Alm. Andi Liani, Anang, dan tentunya Pay. Dan memang setelah Thomas hijrah ke Jakarta lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengembangkan kariernya. Banyak sudah dentuman bassnya, aransemennya, ciptaannya yang ikut menghiasi album rekaman artis-artis di Jakarta.

Hasil karyanya yang perdana adalah “Kembalilah Kasih” yang langsung menjadi jago di album Anggun C. Sasmi. Selain itu untuk Anggun Thomas juga sebagai player di album lainnya yaitu “Nocturno”. Di album pertama dan kedua Almarhum Andi Liani Thomas juga ikut ambil bagian di sektor cabik-mencabik bass, bahkan di album ketiga selain main bass dia juga sebagai music director-nya. Sayang, album ketiga ini rupanya adalah album terakhir Andi Liani yang tak terselesaikan dan tak sempat beredar karena baru sempat mengisi vokal satu lagu, Tuhan telah memanggilnya.

Di album Atiek CB dengan judul “Terapung” Thomas juga berperan sebagai arranger selain sebagai player dan lagu Terapung yang menjadi judul album sekaligus keytrack-nya adalah hasil karyanya. Abum ini sempat mendapat komentar dari Greenday, Allanis Morissette, Eddie dan Alex Van Hallen. Komentar yang positif tentunya. Selain Terapung di album ini Thomas juga bikin lagu bareng-bareng Indra Lesmana dan Oppie Andaresta.Judul lagunya : “Aku”. Thomas dan Indra bikin lagunya, Oppie bikin liriknya. Bikin lagu bareng Indra Lesmana adalah salah satu pengalaman yang mengesankan bagi Thomas. Karena sewaktu masih di Bandung dan belum ‘berkibar’ di Jakarta, dia sempat kagum dan ngefans antara lain sama Indra Lesmana, Eet Sjahranie, Alm. Billy J. Budiardjo dan Erwin Gutawa. Saat itu tak terbayangkan bahwa dia akan bisa bermain, berkarya dan bekerja sama dengan mereka. Dan kini semua itu telah menjadi kenyataan. Main bareng sama Eet saat ngisi album solonya Lilo KLA. Alm. Billy sempat mengaransemen string section-nya untuk salah satu karya Thomas di album Andi Liani. Dan saat GIGI mengadakan Konser Balas Budi tahun lalu, aransemen string-nya ditangani oleh Erwin Gutawa.

Thomas juga mengaku banyak belajar dari Pay dalam meniti kariernya di jalur musik seperti cara bikin lagu, dan sebagainya. Masih banyak sederet panjang nama artis yang dalam albumnya Thomas ikut ambil bagian seperti Anang (album kedua dan ketiga), Titi D.J, Trio Libels, Nicky Astria, Oppie Andaresta, Paramitha Rusadi, Poppy Mercury, Dewi Gita, Paquita Wijaya, Uci Wibi, Memes, Sophia Latjuba, KLA Project, Vinnie Alvionita, Mayangsari dan masih banyak lagi. Yang paling menarik adalah saat ikut ngerjain albumnya Mayangsari. Di sinilah salah satu awal dari terbentuknya GIGI. Di proyek ini dia dan Ronald — yang waktu itu sering jalan bareng dan kebetulan keduanya ikut ngisi di album Mayang tersebut — ketemu Dewa Budjana

Satu lagi cerita menarik. Saat Slank sedang ngerjain albumnya di studio Jackson, Thomas juga lagi nongkrong di sana. Waktu itu Slank sudah nggak ada Bongky, pemain bassnya. Maka Thomas diminta anak-anak Slank untuk mengisi bassnya. Setelah coba mengisi, ternyata permainan bass Thomas dianggap terlalu rumit buat anak-anak Slank. Sementara itu bagi Thomas ya begitu itulah permainannya dia. Akhirnya ya nggak jadilah Thomas ikut ambil bagian di album Slank tersebut.

Bass Lima Senar

Bila kita simak, kalo Thomas sedang in action sama GIGI — khususnya masalah gitar bassnya — mungkin sepintas kita nggak akan tahu bahwa tuning (seteman) senar bassnya nggak lazim seperti gitar bass pada umumnya. Standarnya tuning gitar bass adalah : senar nomor 1 – G, nomor 2 – D, nomor 3 – A dan nomor 4 – E. Versinya Thomas adalah senar nomor satu dan dua sama seperti bass pada umumnya (G dan D) tapi nomor tiga dan empatnya bukan A dan E, melainkan sama juga dengan nomor satu dan dua yaitu G dan D dengan oktaf yang lebih rendah. “Gua nemu tuning kayak gitu itu saat nggarap album Baik (Album GIGI ke enam, red.)” Thomas mulai penjelasannya, “Ada beberapa lagu yang gua butuh nada rendah. Sebetulnya bisa pake bass lima senar sih, tapi gua nggak punya selain itu rasanya ribet banget pake lima senar. Buat gua rasanya rada maksa gitu. Orang jari kita pendek-pendek. Terus gua coba-coba beberapa eksprimen,” lanjut Thomas,”Ternyata tuning G-D-G-D paling efisien, jari-jari gua bisa lebih leluasa merambah not-not yang gua inginkan”, begitu jelas Thomas. Dan pada awalnya setiap konser setelah album Baik itu Thomas selalu membawa dua bass yang berbeda tuning-nya. Satu dengan tuning versi Thomas untuk membawakan lagu-lagu dari album Baik, satunya lagi dengan tuning standar untuk memainkan lagu-lagu selain album Baik. Tapi belakangan ini Thomas naik panggung dengan hanya membawa satu gitar bass dengan tuning G-D-G-D. Jadi semua lagu GIGI — meskipun bukan dari album Baik — kini dimainkan Thomas dengan tuning bass versinya sendiri. “Kayaknya gua udah nemuin style gua main dengan tuning bass seperti itu”, ungkapnya. Mau coba main dengan tuning bass ala Thomas? (dieth)

Biografi Dewa Budjana - Guitarist

Ketertarikan dan bakat Dewa Budjana pada musik – khususnya gitar – sudah sangat dominan terlihat sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar di Klungkung Bali. Saat itu yang ada dalam benak Budjana kecil mungkin udah penuh dengan bayangan gitar, gitar……..dan gitar aja. Sampe-sampe di benak doi yang masih hijau itu bayangan gitar yang selalu ada itu terimplementasi menjadi suatu rencana “kejahatan kecil”. Doi pengen banget punya gitar. Mau minta langsung ama kakek/neneknya (saat itu doi tinggal/ikut kakeknya) dioi pikir pasti nggak bakal dikasihlah. Makanya akhirnya timbul niat “jahat” tadi, yaitu nyuri uang kakeknya untuk beli gitar. Bak penjahat profesional yang mau beroperasi, segala sesuatunya sudah betul-betul matang direncanakan. Kebetulan kakek neneknya adalah pelantun kidung / kakawin. Setiap Sabtu pasangan itu selalu “live on air” di RRI Klungkung melantunkan kakawin-kakawin. Nah, ini kondisi yang ter-planning di benak sang ‘penjahat’ kecil Dewa Budjana. Seperti lazimnya rumah-rumah di Bali, dalam satu keluarga komposisi rumah selalu ada rumah induk yang dan rumah-rumah di sekelilingnya. Kakek-nenek Budjana tinggal di rumah induk yang setiap mereka berdua pergi selalu dikunci rapat. Rencana “operasi gitar perdana” (begitu ‘kali kalo diberi judul) sudah betul-betul matang. Sebelum kakek-nenek berangkat ke RRI sang ‘penjahat’ sudah menyelinap ke rumah induk dan sembunyi di bawah kolong. Begitu kakek-nenek pergi dan mengunci rumah dari luar, otomatis sang ‘penjahat’ bisa leluasa beroperasi. Operasi itu rupanya termasuk operasi kilat, nggak nyampe bilangan belasan menit Budjana sudah berhasil mengantongi sepuluh ribu rupiah dan kabur lewat jendela (dikit banget yah hasil jarahannya ; namanya juga penjahat kecil-kecilan). 

Nama asli / lengkap : I Dewa Gede Budjana
Tempat / tgl lahir : Waikabubak, 30 Agustus 1963
Motto hidup : " TAT TWAM ASI "
Musisi favorit : Keith Jarret , Jeff Beck , Jaco Pastorius
Jenis music favorit : Traditional
Album solo : - ALBUM SOLO "NUSA DAMAI" (1997)
- ALBUM ROHANI "NYANYIAN DHARMA" (1998)
- ALBUM SOLO "GITARKU" (2000)
- ALBUM SOLO "SAMSARA" (2003)
Group : - SQUIRRELL (1980 - 1985)
- SPIRIT (1989 - 1992)
- JAVA JAZZ (1993 - 1994)
- GIGI (1994 - Sekarang)
Website pribadi : dewabudjana.com

Besoknya Budjana tak sabar lagi segera cabut ke Denpasar untuk merealisasikan obsesinya selama ini. Akhirnya……….dia pun sukses membawa gitar akustik lokal tanpa merek (buatan Solo) pulang ke Klungkung. Dan…….pas banget, harga gitarnya juga sepuluh ribu rupiah. Itu adalah gitar pertama yang dia miliki sepanjang karirnya di musik. Sayang sekali gitar bersejarah itu sudah nggak jelas lagi juntrungnya. Kalo ada akan semakin perfect-lah jajaran koleksi gitar Budjana yang sekarang sudah mencapai jumlah sekitar tiga puluhan itu. (mendampingi gitar elektrik pertamanya yang berhasil diburu lagi setelah sempat dijual)

Dengar Budjana mulai genjrang-genjreng dengan gitar barunya, sang nenek pun (yang udah tahu kalo duitnya ilang Rp 10.000) langsung mafhum. Nyamperin Budjana yang lagi asyik dengan gitar barunya dan langsung dengan sedikit puitis (dasar pelantun kidung) ngomong ke doi : “Tadi malam aku mimpi kehilangan duit Bud…….”, ujar sang nenek. Budjana pun langsung berubah casting dari ‘penjahat’ menjadi ‘ksatria’, “Oh iya, itu memang aku yang nyuri”, aku Budjana polos. “Aku nyuri buat beli gitar”, sambung Budjana. Dan sang nenek udah nggak bisa apa-apa lagi. Beressss……..urusan casting ‘penjahat’ udah kelar, sekarang mulai casting peran baru dan panjang…….gitaris! Wah, kayaknya casting gitarisnya belum clear bener dari pengaruh casting ‘penjahat’.

Sejak punya gitar Budjana jadi rada lesu darah untuk sekolah. Maunya gitaran terus aja sepanjang hari. Jelas itu bukan jenis kemauan yang bakal direstui sesepuh. Nah di sini nih casting ‘penjahat’nya masih ada. Whatever, bagi Budjana nomore satu adalah gitar. Jadi kalo jam berangkat sekolah dia pun pake seragam dan pamit ama kakek-neneknya berangkat sekolah. Akan tetapi………….karena lokasi kamarnya terpisah dari rumah induk dia pun dengan mudah setelah pamit sekolah puter balik kembali ke kamarnya dan langsung ‘menggauli’ gitarnya lagi sampe saat jam pulang sekolah langsung lanjut adegan ‘adegan sinetron’ pulang sekolah. Pake sepatu lagi, keluar kamar muter sedikit dan langsung balik ke rumah induk, say hello ama grandfa en grandma seakan pulang sekolah (he..he..he…bisa aja elo Budj!) 

Ditanya soal materi apa aja yang dia ulik dengan gitarnya itu sepanjang hari, mengingat waktu itu jelas referensi untuk belajar gitar jelas minim banget – apa lagi untuk kota sekaliber Klungkung. “Yaah…cuman denger-denger dari kaset aja….sama ngarang-ngarang sendiri”, jelas Budjana. “Lagu pertama aku belajar gitar waktu itu lagunya Deddy Dores ‘Hilangnya Seorang Gadis’ dan lagunya Rollies ‘Setangkai Bunga’”, kenang Budjana. Saat itu Budjana sama sekali belum tersentuh literatur-literatur musik/gitar yang formal. Buru-buru buku gitar, untuk bisa ngikuti perkembangan musik – khususnya di Indonesia – aja dia harus bela-belain ke Denpasar tiap minggu untuk beli majalah Aktuil (satu-satunya majalah berita musik yang terbit di tahun tujuhpuluhan itu). Fenomena ini juga bisa ngegambarin gimana intensnya interes Budjana ke musik. Temen-temen sebayanya saat itu nggak bakal deh bela-belain tiap minggu ke Denpasar pulang balik hanya buat beli Aktuil. Lagian paling juga Budjana aja di lingkungan temen SD-nya yang tertarik ama majalah Aktuil. Paling bacaan mereka juga sejenis majalah Bobo gitu. 

Tahun 1976 Budjana ikut bokapnya yang dipindahtugaskan ke Surabaya. Di Surabaya inilah tapak karirnya di musik semakin jelas. Dia melanjutkan sekolah di SMP Negeri I dan kebetulan sekolah yang satu ini kegiatan ekstra kurikulernya cukup oke punya, khususnya di sektor ekstra kurikuler musiknya. Tiap tahun sekolah ini menggelar malam kesenian untuk menampung aspirasi murid-muridnya di bidang seni.
Dan di SMP I ini pula Budjana mendapat pengalaman manggung pertama kali. Saat persiapan malam kesenian seperti biasa diadakan seleksi (audisi) buat murid-murid yang ingin tampil. Dan Budjana pun ikut ngedaftar dengan materi lagu andalan saat pertama kali dia bisa main gitar : “Setangkai Bunga”.Tiga tahun dia menambah pengalaman dan jam terbangnya berolah musik dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di SMP I. Pucuk dicinta ulam tiba. Dia di Surabaya lebih bisa memuaskan kehausannya pada ilmu-ilmu bermusik secara lebih formal. Budjana mulai belajar gitar klasik kepada Pek Siong di Yayasan Seni Musik Indonesia . Sementara selama dia di Klungkung referensi musiknya masih sangat terbatas. Di Surabaya dia mulai mengenal dan tertarik pada jenis musik-musik lain yang sebelumnya belum dia kenal karena keterbatasan referensi tadi. Budjana mulai tertarik dengan John Mc Laughlin (Mahavishnu Orchestra) dan bahkan jadi mengubah visi bermusik Budjana. Album “Birds of Fire” dan “Natural Element” (Shakti) adalah album Mc Laughlin yang menjadi favorit Budjana. Selain itu dia juga cukup interes dengan musik-musik artrock semacam Yes, Gentle Giant dan lainnya. 

Lulus SMP Budjana melanjutkan ke SMA Negeri 2 tahun 1980. Tak beda jauh dengan saat di SMP I, SMA 2 pun kegiatan musiknya sangat oke! Bahkan lebih intens. Saat di SMA ini Budjana mulai mendengarkan Pat Metheny dan ini sangat terpengaruh pada pola dan cara bermain gitar Budjana. Juga album-album produksi ECM seperti John Abercrombie, Keith Jarret dan Bill Frissel.

Tahun 1981 Budjana bersama beberapa temannya di SMA 2 membentuk Squirell Band dan bersama band inilah Budjana semakin berkiprah di blantika musik. Secara rutin Squirell mengisi acara jazz di TVRI stasiun Surabaya, juga panggung-panggung sekolah dan kampus di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Puncak prestasi Squirell adalah saat berhasil meraih juara I Light Music Contest di Jakarta tahun 1984. Saat itu Squirell membawakan komposisi Dewa Budjana “Nusa Damai”. Yang unik saat itu Budjana memakai fretless guitar desainnya sendiri (dengan body berbentuk bintang) yang sekarang sudah menjadi salah satu pajangan di Hard Rock Café Jakarta bareng gitar-gitar para gitaris dunia. 

Tahun 1985 Budjana hijrah ke Jakarta dengan pertimbangan bahwa peluang untu mengembangkan karir di Jakarta lebih luas terbuka. Selain itu dia merasa teman-temannya bermusik di Surabaya dirasa nggak terlalu total ke musik, nggak seimbang dengan dia yang bener-bener total di musik dan itu dianggap akan menghambat karirnya secara individu maupun secara grup. Mulailah sang ‘penjahat’ kecil membuka lembaran baru di ibukota. Jurus Melawan Rutinitas Jakarta Setelah berada di tengah-tengah ramenya Jakarta tahun 1985, apa yang dilakukan Budjana?

Merasa udah pernah meraih juara bareng Squirell di Light Music Contest setahun sebelumnya, Budjana menganggap sudah banyak orang tahu dan mengenal dirinya dia sebagai musisi. Belakangan terbukti dia cuma ge-er. Ceritanya, berbekal referensi bahwa Squirell Band yang punya komposisi jazz sendiri, Budjana nekat datang ke pub untuk mulai menjajagi dunia entertain, lalu nyoba-nyoba nge-jam ama grup yang sedang main. Apa yang terjadi? Saat disuruh main lagu jazz standar yang termasuk gampang pun, ternyata dia nggak mampui nggak bisa.

Dari situ Budjana baru sadar manfaat belajar jazz standar. Budj (begitu panggilan akrabnya) langsung aja nemuin almarhum Jack Lesmana, maestro jazz kita, dan kepada bokap Indra Lesmana ini Budj ‘mendaftarkan’ diri sebagai murid. Memang nggak salah alamat kalo pengagum Mahatma Gandhi ini berguru pada Jack Lesmana, dari beliau Budj banyak mengenal dan mendapatkan filosofi-filosofi bermain jazz, termasuk – tentu saja -- standard jazz.

Lantas, kenapa memilih jazz? Budjana berkisah, awalnya karena pengaruh tren musik saat pertama dia mulai intens di musik. Di akhir tahun 70-an saat Budjana masih SMP di Surabaya, yang sedang ngetren adalah musik-musik yang saat itu diistilahlan sebagai jazz rock atau juga jazz kontemporer. Banyak kaset-kaset yang beredar dengan label atau judul “Contemporary Jazz”, “Jazz Vocal” dan sebagainya dengan materi seperti musisi Al Dimeola, John Mc. Laughlin ataupun grup-grup seperti Weather Report, Return to Forever, dll.

Budjana mengaku banyak belajar dari situ. Saking seringnya tampil bersama Squirell-nya dalan event jazz di Surabaya, akhirnya orang lebih mengenal Budjana sebagai pemain jazz. Padahal Budjana dan temen-temennya di Squirell sebenarnya nggak ada yang nguasain jazz secara yang sebenarnya. Di lingkungan musisi jazz sudah membudaya kalo lagi ngumpul-ngumpul secara spontan mereka akan main bareng, istilahnya nge-jam. Ternyata, setiap kali kesempatan itu datang anak-anak Squirell selalu mati kutu. Jazz bohong-bohongan dong?

“Yah mungkin waktu itu kita cuma kebawa tren aja, jadi rada ada sok jazz-nya lah, cuma kenal kulitnya doang. Nggak mikir bahwa perlu belajar serius dari yang standar”, kilah Budjana. Melewati masa itu menurut Budjana ada bagusnya juga. “Kita jadi punya bekal dan terasah untuk menjadi senang bikin komposisi sendiri”, ujarnya. Kreasinya yang pertama untuk komposisi combo berjudul Legong Kusamba.

“Sebelum itu sih sering juga ngarang-ngarang untuk kebutuhan operet di sekolah, tapi sifatnya ya hanya sepenggal-sepenggal aja sesuai dengan kebutuhan cerita”, jelas penggemar warna biru ini. Setelah merasa cukup punya bekal dari sang suhu, tahun 1986 Budjana ‘turun gunung’ mulai berkiprah dari pub ke pub sebagai session player memainkan top 40 dan musik-musik lain konsumsi dunia hiburan malam. Selain itu juga main di klub-klub jazz. Itu berlangsung sampai tahun 1993. Ditanya soal dampak positif-negatifnya main rutin di dunia hiburan malam selama itu Budjana menjelaskan, “Kami jadi lebih mengenal dan lebih peduli tentang sound (warna suara) khususnya kalo kami bawain top 40 sebab kami kan bawain macam-macam lagu. Kami jadi mengenal berbagai jenis lagu. Selain itu menambah reflek kami dalam bermain musik, dengan seringnya main kalo kami denger satu chord, kamiharus main ke mana, mainin yang gimana jadi bisa lebih reflek ngikutinnya”. “Satu lagi, kami bisa belajar menghargai orang lain, dalam hal ini adalah tamu-tamu pub. Kami nggak bisa main semaunya sendiri tanpa mempedulikan selera tamu”, lanjut Budjana. Dampak negatifnya menurut Budjana kelamaan main di pub cenderung menghilangkan kreativitas.

“Untungnya waktu itu aku masih sering ke Farabi (yayasan/sekolah musik. red.) Ngajar, terus kadang-kadang latihan dengan formasi trio, walaupun frekuensinya kecil paling tidak aktivitas berkreasi masih terjaga”, sambungnya.
Pada umumnya segala aktivitas yang sifatnya rutin tanpa penyegaran-penyegaran akan membuat kita jadi jenuh, suntuk, mentok dan akhirnya mandeg. Untuk mengantisipasi itu Budjana punya kiat rada unik. Saat dia rutin memainkan jazz standar di klub-klub jazz, di luar itu sehari-harinya dia malah dengerin lagu-lagu pop seperti milik Toto. Sebaliknya saat di udah gabung ama Hydro – yang dominan bawain lagu-lagu sejenis Toto – dia malah sering dengerin lagu-lagu jazz standar. Biar seimbang, mungkin itu maksudnya.

Budjana memang lolos dari jebakan rutinitas ‘main malam’ (istilah musisi untuk main rutin di pub, café atau klub)., karena di samping itu juga aktif sebagai session player di dapur rekaman, di konser-konser big band/orchestra juga sempat gabung dengan beberapa band. Awal Budjana hijrah ke Jakarta sempat gabung dengan Indra Lesmana Group. Juga sebagai gitaris di Jimmy Manoppo Big Band, Orkes Telerama, Elfa’s, Twilite Orchestra, Erwin Gutawa Orchestra dan lain-lain. Tentu saja aktivitas-aktivitas itu menuntut kemampuan dalam membaca dan memahami not secara prima. Di sini Budjana lebih banyak lagi belajar membaca not dan makin banyak mengenal karakter musik.

Sebagai session player di dapur rekaman cukup banyak juga petikan gitarnya menghiasi album rekaman seperti : Catatan si Boy 2, Indra Lesmana, Andre Hehanusa, Heidy Yunus, Memes, Chrisye, Mayangsari, Dewi Gita, Desy Ratnasari, Potret, Trakebah, Caesar (Deddy Dores), Nike Ardila, dll. Tahun 1989 Dewa Budjana gabung dengan Spirit Band dan sempat menghasilkan dua album. Yang pertama dirilis tahun itu juga dengan judul yang sama dengan nama grupnya, “Spirit” , dan yang kedua dirilis pada 1993 dengan judul “Mentari” yang diambil dari judul lagu karya kolaborasi Budjana (lagu) & Ingrid Widjanarko (lirik). Lepas dari Spirit, pengidola Bill Frissel ini gabung ama Indra Lesmana, Embong Rahardjo dan lainnya membentuk Java Jazz dan bermain rutin di Jamz. Setahun kemudian Java Jazz ikut ambil bagian di perhelatan akbar musisi jazz dunia North Sea Jazz Festival di Den Haag Belanda. Tahun itu juga grup jazz ini menelurkan album dengan judul Bulan di Atas Asia.

Pada 1992 Budjana pernah menyampaikan keinginannya untuk membentuk grup band dengan dua pemain gitar. Keinginannya tersebut baru terwujud dua tahun kemudian, yaitu pada 1994. Dia membentuk band dengan formasi dua gitaris, berpasangan dengan Baron. Band itulah yang sekarang kamu kenal dengan nama GIGI.

Nggak kejebak rutinitas di GIGI Budj? “Pasti terjadi juga, kayak saat tur Kilas Balik 33 kota pasti timbul kejenuhan, bedanya kalo di GIGI kan dalam rutinitasnya masih ada rutinitas aktivitas berkarya, nggak seperti ‘main malam’ yang terus memainkan lagu orang. Itu yang paling bahaya!”, tandasnya.
“Lagipula di GIGI kan kerja tim. Dalam proses kreatif bisa saling mengisi, kalo yang satu lagi turun mood-nya yang satunya mood-nya lagi bagus. Jadi proses kreatif secara tim akan terus berjalan”, lanjutnya. Selain itu Budjana membuat komposisi-komposisi untuk album solonya juga merupakan satu bentuk penyegaran yang lain dari aktivitas di GIGI. Makanya dia punya target paling tidak dua atau tiga tahun sekali dia rencanakan bikin album solo di tengah program album GIGI yang targetnya setahun sekali.

Tahun 1997 Budjana menelurkan album solo pertamanya dengan judul “Nusa Damai” yang merupakan kumpulan komposisinya sejak awal doi mengenal gitar. Banyak pemerhati musik menyebut Nusa Damai sebagai otobiografi perjalanan musik gitaris penggemar film action ini. Di salah satu nomor album ini (“Ruang Dialisis”) Budj melibatkan almarhumah neneknya – yang duitnya pernah dicuri ‘Budjana kecil’ untuk beli gitar (baca edisi Juni) – untuk melantunkan kidung. Tahun ini Budjana juga sudah merampungkan album solo keduanya yang diberi judul “Gitarku” yang tinggal tunggu jadwal rilis aja.

Ditanya tentang gimana membagi waktu antara kegiatannya di GIGI dengan program solonya yang mungkin nantinya akan menyita banyak waktu, misalnya, untuk promo dan konser-konsernya, dia menjawab mantap: “GIGI tetap prioritas utama!” (baca box: Ketika Budjana Harus Memilih). Ketika Budjana Harus Memilih…. Bak judul sebuah sinetron, begitulah kehidupan Dewa Budjana. Baginya, GIGI merupakan bagian terbesar dari perjalanan karirnya sebagai gitaris. Karena itu, ketika ditanya kemungkinannya untuk cabut dari grup tersebut, dia menjawab dengan mantap. “Nggak mungkinlah aku ninggalin GIGI, kecuali ada kondisi-kondisi yang nggak memungkinkan lagi aku bareng anak-anak GIGI lainnya di Jakarta”. Maksudnya, mungkin aja kan terjadi kasus-kasus seperti di Ambon atau lainnya yang udah menyangkut SARA. Mau nggak mau dia bakal ngacir ke Bali. “Kan nggak mungkin aktivitas GIGI berpusat di Bali”, katanya berandai-andai.
Kekhawatiran mungkin Budjana terlalu berlebihan. Maka, hal itu sebaiknya lebih dilihat sebagai ungkapan rasa cintanya pada GIGI. Atau sekadar basa-basi?
“Selama aku pernah ngengrup sebelum GIGI dan dari pengamatanku pada grup-grup yang ada, kayaknya di GIGI lah ku temui bentuk toleransi yang paling bagus”, begitu alasannya. “Sebetulnya kurang objektif kalo aku yang ngomong soal ini, karena aku ada di dalamnya. Harusnya orang lain ya yang ngomong. Tapi kenyataannya ya gitu itu yang aku rasakan”, sambungnya.

Memang dalam sebuah grup musik selain faktor teknis maupun non teknis, toleransi antar personel adalah faktor yang tak kalah penting. Perjalanan GIGI dari awal terbentuknya memang tidak mulus. Hengkangnya Baron, cabutnya Thomas, keluarnya Ronald, kemudian masuknya Budhy dan Opet dilanjut dengan resign-nya Opet dan kembalinya Thomas merupakan guncangan-guncangan beruntun yang menguji kekokohan GIGI. Dan waktu telah membuktikan bahwa Budjana-Armand cukup tegar dalam mempertahankan eksistensi GIGI.

Seperti diketahui, Dewa Budjana sempat merilis album solo berjudul, Nusa Damai, yang bernuansa personal dan jauh dari unsur komersialisme. Tapi tak tertutup kemungkinan bahwa jenis musik seperti ini suatu saat bakal bisa diterima. Dengan catatan strateginya mendapat perlakuan yang sama. Artinya, di situ ada perencanaan, kerja sama dengan berbagai kalangan, dan lain sebagainya. Ini kan hal yang menarik. 

Budjana sendiri bukannya tidak menginginkan kondisi-kondisi seperti itu. Tapi, baginya toleransi hal yang paling penting. “Yang sulit dalam hidup ini kan toleransi…dan di GIGI toleransi itu sangat bagus”, ujarnya. Dia lantas bercerita tentang Armand Maulana yang lebih sering punya peluang untuk berkarier sendiri di luar grup, kayak jadi presenter, model iklan, atau apa pun. Toh kenyataannya peluang itu nggak pernah diambil. Lantas Budhy Haryono, misalnya. Tahun lalu pernah mendapat tawaran untuk ikut konser atau workshop selama beberapa minggu di Australia. Tawaran yang bagus itu nggak diambil karena GIGI jadwalnya lagi padat.

“Aku pun begitu, GIGI adalah prioritas utama. Kalo aku bikin album solo, itu sekadar media untuk menyalurkan ekspresi dan kreativitas aja”, jelas gitaris yang suka traveling ini. “Sifatnya lebih eksklusif, kalo GIGI konsernya bisa padat banget (setahun bisa sampai 68 kali show. red), untuk soloku misalnya dalam bentuk konser gitar okestra setahun cuman empat kali udah cukup buat aku. Sekadar pengen ada aja sebagai simbol album soloku”, sambungnya. “Karena nggak mungkin ngejalanin bareng-bareng dengan kapasitas yang sama. Nggak mungkin bisa didapat dua-duanya”, lanjutnya lagi.

Jadi, jelas kan apa yang bakal dilakukan Budjana pada saat dia harus memilih? (dieth)

Biografi Armand Maulana - Lead Vocal


Nama asli / lengkap : Tubagus Armand Maulana
Tempat / tgl lahir :Bandung, 4 April 1971
Motto hidup : " FIGHT TO GET MY DESIRE "
Vocalis favorit :Massive Attack, William Orbit, Dian Pramana Poetra
Jenis music favorit :Semua jenis musik
Album solo :Kau Tetap Milikku (1992)
Group :NEXT BAND (1990)
TRIO LIBELS (1991)
GIGI (1994 - Sekarang)















 
Selalu timbul pertanyaan di benak Armand kecil saat pimpinan teater musikal tempat doi beraktivitas menunjuknya sebagai pemeran utama di hampir setiap persiapan pementasan teaternya itu. Saking seringnya Armand mengalami hal serupa, tak tertahankan lagi doi memberanikan diri bertanya ama sang pemimpin kenapa doi selalu mendapat bagian peran utama yang notabene (karena formatnya adalah teater musikal) porsi nyanyinya pasti terbanyak ketimbang pemeran-pemeran lainnya. “Pitch kamu sangat bagus Mand, lagian feeling kamu juga kuat”, demikan jawaban yang diperoleh dari sang pemimpin. Dan murid SD yang bercita-cita jadi pilot itu pun cuman manggut-manggut aja. Aktivitas berteater musikal itu berlanjut sampai Armand duduk di bangku SMP.Fenomena serupa muncul kembali saat Armand udah masuk di SMU V Bandung. Doi ngikut vocal group yang dibentuk anak-anak SMU V, dan ama leadernya Armand selalu didaulat sebagai lead vocal. Yaaahh…sama juga nasibnya seperti waktu di teater musikal dulu. Ketika ditanyain ke si leader….jawaban yang diperoleh nggak beda ama jawaban pimpinan teater musikalnya dulu. Pitch ama feeling Armand dinilai cukup kuat.Armand mulai menyadari kalo doi memang punya kelebihan di soal olah vokal dan belakangan doi berinisiatif ngajak band pengiring vocal group-nya itu untuk ngebentuk band dengan doi sebagai vokalisnya. 

Begitulah lebih kurang cerita awal mulanya gimana Armand Maulana akhirnya memperoleh ‘jabatan’ vokalis di blantika musik Indonesia yang menurut pengakuannya sama sekali nggak kebayang atau terpikirkan sebelumya. Cuma aja sejak SD Armand memang pencinta berat seni musik. Doi selalu ngikutin tren musik dunia, bahkan saat SD – waktu musik rock lagi naik daun banget di awal tahun 80-an – saking gandrungnya doi ama idolanya sampe dibela-belain ngedaftar jadi anggota Genesis Fans Club. Doi waktu itu banyak ngoleksi album-album rock kayak Genesis (so pasti jack!), Rush dan sebagainya.Menginjak SMP di pertengahan tahun 80-an saat musik jenis fusion mulai membahana, Armand pun nggak ketinggalan. Rak kasetnya pun dijejali dengan album-album jazz, fusion dan sejenisnya. Tentang vokalis idolanya yang sedikit banyak memberi pengaruh pada dirinya sebagai vokalis Armand buka kartu, “Gua kan nge-fans banget ama Genesis, gua seneng ama vokalnya Peter Gabriel, tapi lebih seneng berat lagi saat vokalnya udah diambil alih ama Phil Collins”. “Mungkin karena touch pop-nya lebih kental”, sambungnya. Sampai sejauh mana pengaruhnya ke karakter vokal Armand? “Kalo ke warna vokal awal-awalnya dulu ada juga sih tapi gua berusaha mencari dan mencari terus warna vokal gua sendiri”, ujarnya. Apalagi belakangan semakin banyak aja vokalis dunia berbobot yang jadi favorit Armand sekaligus bisa juga dijadikan referensi Armand dalam ber-olah vokal seperti Kenny Loggins, Jonathan Davis, David Coverdale dan sebagainya. “Tapi masih ada juga sih yang ngomentarin bahwa saat gua nyanyi tarikan nafas gua kayak Phil Collins”, lanjutnya. 

Ditanya mengenai latar belakang pendidikan formal di pasal olah vokal, Armand mengaku nggak pernah sama sekali memperolehnya. Hanya dari pengalaman-pengalamannya aja doi mempelajari dan menemukan sendiri formulasi olah vokal ala Armand, ditambah – tentu saja – kemampuan doi ber-olah vokal yang udah bawaan dari ‘sononya’.

Ada fenomena menarik dari teknik ber-olah vokal Armand. Doi justru sering nemuin teknik ataupun style vokal dari ‘kecelakaan-kecelakaan’ yang doi alami saat manggung maupun rekaman. Kecelakaan? Ya! Yang dimaksud kecelakaan itu misalnya saat doi manggung, di suatu lagu dia meneriakkan nada tinggi dan dirasakan teriakan itu kok beda ya ama teriakan di lagu yang sama saat bawain lagu itu sebelum-sebelumnya. Tapi yang beda itu dirasa-rasa jadi malah bagus. Dan Armand pun mulai mempelajari ‘kecelakaan’ tadi, setelah itu jadilah cara teriak yang ‘kecelakaan’ itu sebuah ‘jurus’ baru dalam ber-olah vokal bagi Armand. 

Seperti saat take vokal di lagu “Kuingin”, Baron sempat berkomentar “Wah suara elo sexy banget Mand!”, Armand pun penasaran. Yang dimaksud suara sexy gua ama si Baron itu suara gua yang gimana sih, pikir Armand. Doi pun mendengarkan berulang-ulang lagu Kuingin tersebut. Akhirnya dapet juga. Ternyata di bagian-bagian tertentu saat Armand melantunkan lagu itu (tak disengaja) suara seraknya keluar. Nah, ini kan kecelakaan. Tapi justru akhirnya jadi salah satu dari ciri khas dan kekuatan vokal Armand. Kala di panggung bersama GIGI kita sering lihat Armand sambil nyanyi sepanjang konser lari sana lari sini, lompat sana lompat sini nyaris tanpa mempengaruhi kekonstanannya bernyanyi. Nafasnya boleh dibilang sama sekali nggak ngos-ngosan. Apa rahasianya?

Ada satu cerita! Saat Thomas jadi supervisor sebuah band baru, doi sempat minta tolong Armand buat membeberkan rahasia tersebut ke vokalis band baru tersebut, dengan kata lain bagi-bagi ilmulah buat juniornya. Armand sempat bingung, “Lhah, gua harus jelasin gimana? Orang gua sendiri nggak tau gimana gua bisa begitu”, ujar Armand ke Thomas.

Ini jelas pasal pengaturan nafas saat nyanyi. Dan bagi Armand itu berlangsung begitu aja secara alamiah tanpa suatu teori yang baku. Tanpa disadari ternyata Armand memiliki pola pernafasan tertentu yang bikin doi tahan nyanyi banyak lagu sambil terus blingsatan ke seantero panggung.

Sialnya doi nggak bisa ngejelasin hal itu secara teoritis. Misalnya, kalo ngambil nada kayak gini, tingginya segini, ngambil nafasnya begini di kata yang ke sekian. “Mungkin dengan bantuan seorang guru vokal baru bisa nerjemahin teknik-teknik vokal gua ini secara teoritis”, ujar Armand.

Ada rencana ke arah itu? “Sekarang ini belum, pengen juga sih benernya dengan bantuan guru vokal gua tuangin pengalaman ‘kecelakaan’ gua itu ke dalam satu buku secara teoritis”,ungkap pengagum Nabi Muhammad SAW ini. “Mungkin suatu saat nanti”, sambungnya lagi. Iyalah Mand, itung-itung bagi pengalaman buat junior-junior elo. 

Kalo soal stage act-nya yang oke punya itu  – yang jadi salah satu andalan GIGI saat konser – Armand mengaku nggak tahu mendapat pengaruh dari mana. “Beberapa orang ada yang ngomong gaya gua di panggung kayak Mick Jagger, ada juga yang ngomong kayak vokalisnya Red Hot Chili Pepper (RHCP)”, jelasnya. “Tapi gua nggak punya koleksi video Mick Jagger ataupun Rolling Stones, gua juga nggak pernah nonton secara khusus videonya RHCP. Pernah sih nonton RHCP live yang disiarin di TV, itupun baru-baru aja saat mereka konser di Rusia”, sambung Armand menjelaskan. Menurut penggemar warna merah ini stage act-nya semata-mata berangkat dari tema lagu dan musik yang dibawain, dia dengerin, dihayati, ya udah terus gaya panggungnya ngalir begitu aja tanpa persiapan khusus.”Gua juga nggak pernah belajar dance atau apa  yang ada kaitannya ama stage act”, tandasnya. 

Beberapa waktu yang lalu Dewi Gita merilis album barunya yang berjudul “Kegaiban Biru”. Yang menarik album ini diproduseri sendiri ama suaminya yang tak lain adalah Armand Maulana.  Tentang motivasinya memproduseri album istrinya sendiri Armand menjelaskan bahwa doi nggak pengen berhenti cuman sebatas jadi penyanyi aja, salah satu obsesinya ya jadi produser musik tadi. “Terserah album itu meledak atau enggak itu urusan nanti, yang penting obsesi gua tercapai dulu”, ungkap Armand.

Kenapa harus istri sendiri? Penggemar olahraga basket ini menjelaskan bahwa lebih karena keberaniannya aja dalam menggarap produksinya yang perdana ini. Doi pasti udah bener-bener mengenal karakter vokal, musik jenis apa yang kiranya cocok untuk Dewi Gita. Singkatnya doi sebagai produser musik udah bener-bener mengenal dan memahami materi dan kapasitas artis yang digarapnya itu. Paling tidak doi bisa menimba pengalaman untuk penggarapan proyek-proyek berikutnya.

Sudah ada rencana untuk proyek berikutnya? “Berikutnya gua pengen nggarap penyanyi cowok yang rada kental warna rocknya, sudah ada sih calonnya tapi belum fixed banget”, jelasnya.  Soal proses kreatifnya Armand menjelaskan sekitar 70% diawali dengan pembentukan susunan chord-nya dulu baru kemudian melodi lagunya. Komposisi dan aransemennya doi mengaku banyak terpengaruh Massive Attack dan William Orbit sampe-sampe masalah panning sound pun doi ulik abis. 

Untuk lirik doi banyak mendapat referensi dari karya-karya Kahlil Gibran dan beberapa pujangga dunia lainnya. Armand juga menyimak lirik-lirik lagu barat selain tentu saja memonitor tren lirik yang sedang berlaku di Indonesia. Doi kasih gambaran kalo di saat album-album awal GIGI dulu yang disukai lirik yang rada puitis, dengan ungkapan dan kiasan-kiasan. Tapi sekarang lebih disukai yang langsung-langsung aja. Kalo mau nyampein gua cinta ama elo ya langsung aja, nggak pake kata bersayap lagi.

Ditanya tentang komposisi karyanya yang pertama, “Kalo bikinnya bareng-bareng ya sejak album pertama GIGI, kalo yang full karya gua sendiri ya baru di album Dewi ini tepatnya lagu Luluh Olehmu”.

Perjalanan Musik GIGI sebelum kedatangan Drumer Hendy

Dengan modal keinginan yang sama khususnya di bidang musik Aria Baron, Thomas Ramdhan, Ronald Fristianto, Dewa Budjana dan Armand Maulana pada tanggal 22 Maret 1994 mendirikan kelompok musik yang diberi nama cukup unik : G I G I . 

Kehadiran mereka di blantika musik Indonesia awalnya tidak langsung bersinar begitu saja, padahal kalau dilihat dari penampilan , kemampuan dan pengalaman-nya, mereka dapat dikategorikan sarat sebuah group musik yang harus diperhitungkan kehadirannya.

Album perdana “ ANGAN “ terjual 100.000 copy, sebuah angka penjualan yang sebenarnya cukup lumayan untuk sebuah group baru pada masa itu, apalagi kalau didengar dengan teliti bahwa pada album tersebut warna musik GIGI belum terlihat jelas, mereka masih dalam proses pencarian, mereka masih memainkan musiknya menurut kata hatinya sendiri-sendiri, kebutuhan group pada saat itu dipikirkan dan hasilnya belum seperti yang diharapkan.

Ada angin, publik mulai memperhatikan musik GIGI, menyadari hal tersebut merupakan peluang yang baik, mereka mulai membenahi segala bidang yang dianggap penting dalam berolah musik. Dalam mempersiapkan album kedua konsep musik benar-benar dimatangkan dan disempurnakan dengan mempertimbangkan analisa dan masukan-masukan yang diperoleh pada album pertama. Selain itu untuk lebih memaksimalkan konsentrasi personel GIGI dalam berolah musik, tanpa terganggu hal-hal lain di luar musik, dibentuklah GIGI MANAGEMENT. 

Kerja keras dan kesabaran membuahkan hasil yang baik, album kedua “ DUNIA “ yang dirilis tahun 1995 adalah sebuah pembuktian bahwa perjuangan mereka selama setahun tidaklah percuma. Album dengan lagu hit “ Janji “ laku terjual 400.000 copy. Tidak itu saja prestasi yang diperoleh , selain album ini ikut menaikan kembali permintaan akan album pertama, pada acara Indonesia Musik Emas yang diikuti oleh group-group papan atas di Indonesia, GIGI dinobatkan sebagai kelompok musik terbaik. Kondisi ini pula yang memudahkan GIGI MANAGEMENT untuk menggapai target tahunannya.

September 1995 adalah tahun cobaan, pada saat dimana GIGI sedang tegar berkibar di atas, Aria Baron meninggalkan GIGI, pasalnya ingin melanjutkan sekolahnya di Amerika. Akhirnya dilepaslah Baron dan GIGI tetap berjalan dengan komitmen tidak juga menambah personil pengganti ( walau banyak guitarist yang mau audisi). kondisi seperti ini ternyata tidak membuat masalah berarti. Terbukti pada April 1996 saat GIGI me-rilis album ketiganya yang berjudul “ 3/4 “ masih banyak yang menyukainya. Album dengan lagu hit “ O O Oo Oo O “ ini laku terjual sama dengan album kedua kurang lebih hampir 400.000 copy. Sedangkan prestasi tahun 1996 yang diperoleh GIGI adalah sebagai kelompok musik paling bersinar 1996, Group Band terlaris 1996, dari Data management 48 kali show yang ditargetkan dapat tercapai 59 show, satu di antaranya di Amerika.

mark1
GIGI 1994 - 1996
Lagi-lagi cobaan, semua masalah yang ada di tahun 1995 dapat terselesaikan datang lagi ditahun 1996, Thomas Ramdhan pada Mei 1996 mengundurkan diri disusul Ronald Fristianto pada November 1996. Bukan saja management yang menyesalkan permasalahan ini terjadi tapi masyarakat musik pun demikian adanya. Akhirnya apa boleh dikata demi memberikan pertanggunganjawaban atas kewajibannya, GIGI (yang personelnya tinggal Dewa Budjana dan Armand Maulana saja) didukung sepenuhnya oleh Management memutuskan untuk tetap berjalan dan mencari pemain pengganti. Pilihannya adalah Opet Alatas ( Bass ) dan Budhy Haryono ( drum ). 

96-97
GIGI 1996 - 1997

Tahun 1997 adalah tahun serba baru bagi GIGI. Selain dua pemain baru dan konsep musik baru, perusahaan rekamannya pun baru. Sebenarnya kondisi lain yang diharapkan harusnya baru juga, ternyata tidak begitu, Album yang diberi nama “ 2 X 2 “ yang dapat dikatakan album tereksklusif GIGI tersebut yang proses pengambilan suaranya di lakukan di Indonesia dan Amerika, proses penyempurnaan keseluruhan ( Mixing dan Mastering ) di lakukan sepenuhnya di Amerika kurang dipromosikan secara maksimal, akibatnya album yang bekerjasama dengan Musisi Dunia seperti Billy Sheehan ( Bassist Mr. BIG ), Harry Kim dan Arturo Velasco ( Phil Collins Brass Sections ), Eric Marienthal ( Saxophone Solo ) hasil yang diharapkan tidak seperti yang ditargetkan. Untung ada Program tour 100 Kota dari Management GIGI yang paling tidak membantu meningkatkan penjualan kaset.

Tahun 1998, adalah tahun pembuktian bagi GIGI. Konsep musik yang sempat sedikit berubah akibat penyesuaian dengan personel yang baru, sekarang kembali seperti cirinya sediakala. Pindah perusahaan rekaman ke Sony Music Indonesia adalah pilihan yang tepat. 19 Juni 1998, sepulangnya GIGI show di Malaysia , album “ KILAS BALIK “ di lempar kepasar. Tidak diduga hasilnya, dengan kerjasama yang baik antara Management GIGI dan Sony Music Indonesia mengemas promosi album, tingkat penjualan kasetnya terhitung laku keras. Tidak saja di Jakarta atau di Pulau Jawa, dipulau lainnya pun penjualan kaset GIGI menjadi best seller untuk beberapa periode mingguan. Sedangkan hits lagu “ Terbang “ duduk ditangga lagu terbaik radio di Indonesia tidak kurang dari 9 minggu, belum lagi lagu lainnya seperti “ Dimanakah kau berada “ dan “ Rindukan Damai “. Penjualan kaset dan CDnya mencapai angka 300.000. Prestasi lain yang diperoleh ditahun 1998 pun sangat menggembirakan seperti di Anugerah Musik Indonesia, GIGI menggondol beberapa katagori seperti Group Terbaik, Penyanyi Terbaik, Lagu Terbaik dan Nominasi Cover Kaset Terbaik. Sedangkan dari media cetak GIGI dinobatkan sebagai group pop rock terbaik 1998 dan group paling bersinar 1998. Yang paling menggembirakan bagi GIGI di kondisi ekonomi Indonesia yang sedang parah begini target management untuk mencapai 48 kegiatan/show dalam satu tahun ( terhitung Juni 1998 ) sudah terlampaui di akhir tahun 1998 dengan 68 kegiatan/show. 

GIGI tetap gigih dalam ber- Cita, menyelesaikan Cipta untuk mendapatkan Citra. Karena hal itu GIGI yang terdiri dari Armand Maulana ( Vocal ), Budhy Haryono ( Drum ), Dewa Budjana ( Guitar ) dan Opet Alatas ( Bass ) akan selalu berusaha melakukan terobosan baru dalam bermusik.

Tahun 1999, adalah tahun yang cukup suram bagi dunia musik Indonesia. Dalam kondisi perekonomian yang dilanda krisis berkepanjangan sangat mempengaruhi aktivitas dan kehidupan bermusik. Bursa kaset, aktivitas show, aktivitas rekaman terasa ikut lesu darah. Ditambah dengan suhu politik yang kian meninggi menjelang pemilu tahun ini, menimbulkan bermacam prediksi dan ketidakpastian tentang kondisi pasca pemilu. Demikian pula yang terjadi pada dunia musik. Banyak proyek-proyek rekaman tertunda menunggu perkembangan politik dan ekonomi Indonesia.
Di tengah ketidakpastian dan kesemrawutan itulah GIGI tetap bertahan dan tetap terus berkarya. Bahkan suasana muthakhir negeri tercinta ini terekspresikan dalam salah satu karya GIGI terbaru yang berjudul “1999,,,,Menangis”. 

97-99
GIGI 1997 - 1999 
Bersamaan dengan HUTnya yang ke 5 bulan April 1999 yang ditandai dengan konser tunggal GIGI di Gedung Kesenian Jakarta yang bertajuk “Konser Balas Budi”, diluncurkan pula album ke 6 GIGI yang berjudul “BAIK” . Ada yang istimewa di album keenam ini. “Si anak hilang” THOMAS RAMDHAN kembali memperkuat jajaran formasi GIGI yang posisinya di tiga tahun kemarin diisi oleh Opet Alatas. Dan GIGI seakan menemukan kembali komponennya yang sempat hilang, yang membuat formulasi komposisi-komposisi GIGI kian kokoh saja. Dengan hits andalan “Hinakah” Album GIGI – BAIK menginjak bulan kedua sudah mencapai penjualan 60.000 keping meskipun belum ditunjang dengan promosi penayangan video klipnya yang eksklusif (dikarenakan kapling acara di media televisi saat itu didominasi oleh kampanye-kampanye parpol dan talk show bernuansa politik yang memang ratingnya sedang tinggi). Dan….. Armand Maulana, Budhy Haryono, Dewa Budjana dan Thomas Ramdhan tetap berkeyakinan bahwa bagaimanapun keadaannya, apapun cobaan dan rintangannya, dengan segenap kepiawaiannya berolah musik GIGI akan tetap menggigit di sanubari penggemarnya dan masyarakat pada umumnya. Di tahun 1999 itu pula GIGI mengukir sejarah dalam karier musiknya dengan menggelar konser tunggal yang di beri nama “Konser Balas Budi” di Gedung Kesenian Jakarta dengan melibatkan puluhan pemain orkestra dalam konsernya itu. 

Konser ini merupakan ekspresi balas budi GIGI untuk semua pihak yang turut membantu suksesnya GIGI.
Selain ditayangkan secara langsung dalam acara ekslusif oleh Indosiar, konser ini juga direkam secara live dan album live tersebut dirilis pada pertengahan tahun 2000 dengan judul “GIGI GREATEST HITS LIVE IN CONCERT”

Tahun 2000, selain album “GIGI GREATEST HITS LIVE IN CONCERT” yang dirilis oleh Sony Music Indonesia, Sony Music Malaysia merilis pula ALBUM GIGI yang merupakan kompilasi dari album “KILAS BALIK” dan album “BAIK”. Agenda konser GIGI tahun 2000 ini cukup padat. Totalnya adalah 86 konser, termasuk di dalamnya adalah konser di Malaysia, Brunei dan Jepang.  Tahun 2001 GIGI merilis Album ketujuh, yang berjudul “Untuk Semua Umur” dengan lagu andalan antara lain “Jomblo”, “Diva”. Album ini juga dirilis di Malaysia dengan label Sony Music Malaysia. Hal lain yang patut dicatat adalah di antara deretan agenda konser GIGI sepanjang tahun 2001 ada 3 buah konser yang digelar di manca negara yaitu: California-USA, Tokyo-Jepang dan Malaysia. Tahun 2002, sewindu sudah grup musik GIGI genap berkarya semenjak terbentuk 22 April 1994 silam. Berkarya lewat lagu, GIGI mempunyai rona sendiri yang menghiasi raut wajah musik tanah air. Berbagai aliran musik terolah baik lewat para personilnya yang sempat bongkar pasang sejak kemunculannya hingga terakhir GIGI didiami Armand Maulana (vokal), Dewa Budjana (Gitar) Thomas Ramdhan (Bass), dan Budhy Haryono (drummer). Dari para personil berlatar belakang musik berbeda itulah GIGI mampu menyajikan musik berkualitas nan kaya. Jadi jangan heran kalau mereka piawai memainkan musik-musik ngepop-rock sampai beat jazz yang kadang ikut mengisi, atau eksperimen musik lainnya.

Di usia 8 tahun pulalah GIGI kembali mencetak album yang berisikan lagu-lagu hits yang pernah dilambungkan sekaligus melambungkan nama mereka sebagai salah satu grup musik besar Indonesia. Lagu-lagu seperti Angan, Kuingin (Angan - 1994), Janji, Yang T'lah Berlalu/Nirwana (Dunia-1995), Oo….Oo….Oo…., Damainya Cinta (3/4), Terbang, Rindukan Damai (Kilas Balik-1998), Hinakah (Baik-1999), Jomblo (Semua Umur- 2001) masih sangat akrab di telinga kita. Dengan lirik puitis dan irama yang mudah diingat tak pelak lagi, hit-hit GIGI sering terputar di banyak stasiun radio dan begitu juga klip-klipnya.

Album THE BEST OF GIGI yang dirilis pada bulan Juni 2002 ini memuat 14 lagu dimana dua diataranya adalah dua lagu baru yang belum pernah dirilis sebelumnya, yaitu Andai dan Jalan Di Bulan. Kedua lagu ini mempunyai basic track musik yang sama, yaitu dari akustik, yang mengingatkan kembali para penggemar GIGI akan lagu-lagunya yang catchy dan easy listening. Lagu Andai yang ciptakan pada periode Januari - Februari 2002 ini didaulat menjadi lagu unggulan di album ini. Ada cerita menarik dari penggarapannya. Waktu itu sempat terjadi perdebatan alot antar personil mengenai liriknya. Armand yang menggarap lirik ini sempat membuat 3 versi lirik, dan akhirnya pilihan jatuh pada versi terakhir dimana lirik itu sesuai dengan melodi dan nuansa lagunya. Isinya sendiri menceritakan tentang seorang pria yang meninggalkan selingkuhannya untuk dijadikan pilihan kedua. Video klip lagu Andai ini cukup unik, dimana tampil 'model dadakan seperti Sheila On 7, Andy (/rif), Yuke (The Groove), dan masih banyak lagi.

Untuk lagu Jalan Di Bulan, GIGI menggarapnya saat promo ke Malaysia. Lagu ini menceritakan tentang bagaimana perasaan orang jatuh cinta itu, yang melayang serasa dibulan. Lantas bagaimana pendapat GIGI sendiri mengenai album THE BEST OF GIGI ini.  'Album ini adalah persembahan terbaik dari GIGI. Dimana pilihan lagunya tidak terbatas pada lagu-lagu yang telah hit saja, tetapi juga lagu-lagu lain yang bisa disebut sebagai 'lagu eksperimen', seperti lagu Bumi Meringis dan Rindukan Damai,'kata Armand mewakili teman-temannya. Dan Alhamdulillah album The best of GIGI saat ini telah meraih Double Platium Awards dari Sony Music, dan itu berarti penjualan albumnya telah melampaui 300.000 keping.
99-03
GIGI 1999 - 2003

Salam Kedelapan

Inilah cara GIGI berucap salam kepada dunia dengan melemparkan album terbarunya, Salam Kedelapan. Tahun 2003 berarti tahun kesembilan bagi band bernama sederhana ini. Lho tapi kenapa judulnya Salam Kedelapan? "Ya karena ini adalah album ke-8, dan kebetulan proses rekaman dan penciptaannya telah usai di tahun 2002 kemarin pas GIGI masih berusia 8 tahun," ucap Armand sang vokalis yang rajin menulis lirik buat GIGI.

Selama tiga minggu GIGI ngendon di studio mereka menggodok materi album berikut proses mixing. Materi sebenarnya banyak tercipta di luar studio, seperti inspirasi lirik yang tiba-tiba datang ketika terkena macet atau inspirasi lagu ketika di tengah-tengah tur. Hasilnya genap sepuluh lagu mengisi album ini. 

Dari segi musik GIGI merasa Salam Kedelapan cerminan dari kondisi mereka yang sedang santai hasil istirahat selama 6 bulan yang ternyata berguna sekali dalam mengendurkan tekanan. Begitu santai, ide-ide positif yang terbenam bisa muncul begitu saja. Tambahan lagi GIGI baru pertama kali ini berkesempatan berkolaborasi dengan sound engineer Stephan Santoso.

"Permainan lepas kita berempat ketemu dengan ide-ide baru Stephan membuat nuansa segar banyak tertuang di materi album terbaru kita ini. Dari segi teknik, album ini memang terlihat musik GIGI banyak mengalami hal baru, salah satunya adalah kolaborasi GIGI dengan Stephan. Satu hal lagi yang menonjol di sini tampilnya barisan lirik yang lebih lugas dan positif dan olah vokal yang tidak terlalu banyak improvisasi," ujar Armand melengkapi.

Alhasil album ini penuh dengan warna-warni GIGI yang mungkin bakal sedikit mengejutkan, tapi tentunya menyegarkan. Simak saja lagu pembuka album ini berjudul Terima Saja. Gebukan drumnya dari awal lagu sampai penutup asyik banget, ditambah teriakan nanananana, Hoy…nanananana, Hoy… yang lumayan bikin kaget tapi seru. Kebayang kan kalau lagu ini dibawakan langsung oleh GIGI. "Kadang dalam menulis lagu, kita memikirkan bagaimana lagu ini akan dibawakan langsung nanti. Mengingat kita menyukai aksi panggung yang memang benar-benar bisa main lepas di depan penikmat lagu GIGI dengan segala atraksi dan improvisasi. Belum lagi dengan bernyanyi seperti ini kita bisa lebih berinteraksi dengan penonton yang ada. Ini kan menarik dan membuat kita tambah semangat," tegas Armand lagi.

Tembang kedua GIGI melaju lambat dalam Perihal Cinta. Temanya apalagi kalau bukan cinta. Lagu yang liriknya digodok lewat sms antara Armand dan Thomas ini jadi lagu unggulan yang sudah banyak terdengar di radio-radio tanah air. Dan sudah juga merajai banyak tangga lagu kita. Untuk video klipnya, Dimas Djayadingrat menyiapkan suatu konsep footage- dari dokumentasi perjalanan GIGI di Jakarta-Bandung dengan model klipnya, Nirina. Untuk tembang lembut lainnya ada Jatuh Padamu. Dari judulnya lagi-lagi sudah bisa ditebak temanya apa. Dan lagi-lagi untuk liriknya adalah hasil rembukan duet Armand-Thomas.

Selebihnya GIGI lebih sering memainkan tempo yang medium dan lebih cepat seperti Kucari Yang Kau Mau, Salam, Wanita, Untukmu Teman, Ketakpastian, Rahasiaku dan Akhir Cerita. Mereka juga banyak bermain dalam irama dan lirik lagu yang lebih ceplas-ceplos. Seperti keunikan komposisi gagah berjudul Rahasiaku yang menceritakan kesombongan seorang laki-laki atas kejantanannya.

Secara keseluruhan album terbaru GIGI ini melaju dengan tempo sedang yang rancak. Entah itu dari sound drum, akustik dan distorsi gitarnya atau sound bass yang kalau dipadu memang segar di telinga. Memaksimalkan energi empat sekawan ini dalam tuangan satu album.

Masa rehat GIGI telah usai sejak merilis album The Best of GIGI. Kini mereka kembali dengan sikap santai yang berbuah positif. Kita sambut saja salam GIGI ini lewat Salam Kedelapan.

Original Soundtrack Brownies

Tahun 2004, GIGI kembali ‘dihantui’ dengan trauma ‘bongkar-pasang’ personel. Dalam masa penggarapan album Original Sound Track (OST) Brownies Budhy Haryono karena satu dan lain hal tidak dapat ikut aktif di studio rekaman. Karena album ini harus segera selesai seiring dengan akan dirilisnya film Beownies, atas referensi dari Budhy dan kesepakatan personel GIGI lainnya dilibatkanlah Hendy sebagai additional player menggantikan posisi Budhy Haryono.